"Demi
mereka tulis dan perbanyaklah Sutra ini, sebarluaskan demi kebajikan
semua mahluk serta kumandangkanlah Sutra ini. Segeralah bertobat atas
pelanggaran-pelanggaran dan kesalahan-kesalahan. Atas nama orang tua,
berikanlah persembahan kepada Buddha, Dharma, Sangha." Demi orang tua,
patuhlah kepada perintah dan hanya memakan makanan suci dan
bersih/bervegetarian. Tumbuh kembangkan kebajikan dari praktik berdana.
Inilah kekuatan yang diperoleh, semua Buddha akan selalu melindungi
orang yang demikian itu dan dapat dengan segera menyebabkan orang-orang
tua mereka lahir kembali di surga, untuk menikmati segala kebahagiaan
dan meninggalkan penderitaan-penderitaan neraka.
Demikianlah
yang aku dengar, suatu ketika Sang Buddha berdiam di Shravasti, di
Hutan Jeta, bersama-sama dengan sekumpulan bhiksu-bhiksu besar, yang
seluruhnya berjumlah 1250, dan para Bodhisatwa, yang semuanya
berjumlah 38.000. Pada saat itu, Sang Bhagava
memimpin kumpulan besar tersebut dalam perjalanan menuju selatan.
Tiba-tiba rombongan Sang Buddha menjumpai seonggok tulang manusia
disamping jalan. Sang Bhagava berpaling menghadapinya, dan bersikap
Anjali dengan penuh hormat. Guru Buddha lalu menghampiri sekumpulan
tulang tersebut, sambil bersujud dan memberi hormat. Ananda dan
anggota rombongan lainnya tidak mengerti mengapa Guru Buddha bertindak
demikian. Ananda dengan bersikap Anjali kemudian
bertanya kepada Sang Bhagava, "Tathagata adalah Guru Agung dari Tri
Loka (Buddha, Dhamma dan Sangha) dan Bapak yang terkasih dari
makhluk-makhluk yang berasal dari Empat Jenis Kelahiran. Beliau
dihormati dan dicintai seluruh umat. Apakah sebabnya kini beliau
menghormati seonggok tulang-tulang kering?" Buddha lalu menjawab
kepada Ananda, "Meskipun Kalian adalah siswa-siswaku yang utama dan
telah lama menjadi anggota Sangha, namun pengertian kalian belum
cukup. Onggokan tulang ini mungkin adalah milik para leluhurku pada
kehidupan yang lalu. Bagaimana mungkin manusia tidak menghormati orang
tuanya, karena itulah Aku bersujud dan menghormat.”
Sang Buddha menerangkan lebih lanjut kepada Ananda, "Tulang-tulang
yang kita lihat ini dapatlah dibagi menjadi dua kelompok. Yang satu
adalah tulang-tulang Pria, yang berat dan putih warnanya. Kelompok
yang lain adalah tulang-tulang Wanita, yang ringan dan warnanya
hitam." Ananda lalu berkata, "Duhai Sang Bhagava, saat masih hidup di
dunia para pria menghiasi badan mereka dengan jubah, pengikat
pinggang, sepatu, topi dan pakaian-pakaian indah lainnya untuk
menunjukkan bahwa mereka adalah pria perkasa. Ketika masih hidup para
wanita, mereka mengenakan kosmetik, minyak wangi, bedak dan
wangi-wangian yang menarik untuk menghiasi tubuh mereka, sehingga dengan
jelas menampakkan kewanitaannya. Namun tatkala
para pria dan wanita itu meninggal, semua yang tertinggal adalah
tulang-tulang. Bagaimana seseorang dapat membedakannya? Mohon ajarilah
kami Guru, bagaimana cara membedakannya?" Buddha menerangkan, ”Semasa
hidup di dunia ada pria yang rajin memasuki Vihara, mendengarkan
penjelasan tentang Sutra dan Vinaya, menghormati Tri Ratna. Karena
kebajikannya luar biasa, tatkala mereka meninggal tulang-tulangnya
menjadi berat dan putih warnanya.
Keterangan :
- Meski hubungan orang tua dan anak yang terputus, tapi kasih orang tua tak pernah berubah sepanjang hayat (kiri).
- Sang
ibu menjalani masa kehamilan sepanjang 10 bulan yang penuh derita.
Ketika sang anak lahir, sang ibu diliputi perasaan bahagia yang luar
biasa (kanan).
Wanita pada umumnya kurang bijaksana dan
terbawa emosi. Mereka melahirkan dan membesarkan anak-anak, sebagai
suatu kewajiban. Setiap anak meminum 1200 galon susu ibunya. Ibu
menjadi letih dan menderita, dan karenanya tulang-tulang mereka
berubah menjadi hitam & ringan ketika mereka meninggal." Ketika
Ananda mendengar kata-kata ini, dia merasakan kepedihan dalam hatinya,
karena seolah-olah telah tertusuk pedang dan karenanya ia diam-diam
menangis. Dia mengatakan kepada Sang Bhagava, "Bagaimanakah caranya
seseorang dapat membalas kasih dan kebaikan ibunya?"
Sang Buddha mengatakan kepada Ananda, "Dengarkanlah baik-baik, Aku akan
jelaskan hal ini kepadamu dengan terperinci. Janin tumbuh dalam
kandungan selama sepuluh bulan perhitungan Candra Sengkala. Alangkah
menderitanya ibu selama janin berada disitu! Pada bulan pertama
kehamilan, hidup janin tidaklah menentu seperti titik embun pada daun
yang kemungkinan tidak akan bertahan dari pagi hingga sore, tetapi akan
menguap pada tengah hari!" "Pada bulan kedua, janin menjadi
kental seperti susu kental. Pada bulan ketiga, ia seperti darah yang
mengental. Hingga pada bulan keempat, janin mulai berwujud sedikit
seperti manusia. Selama bulan kelima dalam kandungan, kelima anggota
badan anak (dua kaki, dua tangan, dan kepala) mulai terbentuk. Pada
bulan keenam kehamilan, anak mulai mengembangkan inti ke enam alat
indera nya yaitu mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran.
Selama bulan ketujuh, ketiga ratus enam puluh tulang-tulang dan
persendian terbentuk, dan kedelapan puluh empat ribu pori-pori rambut
juga telah sempurna. Dalam bulan kedelapan kehamilan, kecerdasan dan
kesembilan lubang terbentuk. Pada bulan kesembilan, janin suka
meng-gerakkan tangan dan kakinya membuat ibu tidak nyaman dan
kehilangan selera makan. Janin telah belajar menyerap berbagai zat
makanan. misalnya janin dapat menyerap sari buah-buahan, akar tanaman
tertentu, dan kelima macam padi-padian." Selama kehamilan,
pembekuan darah ibu dari organ-organ dalamnya membentuk zat tunggal
yang menjadi makanan anak. Selama bulan ke sepuluh kehamilan, badan
janin disempurnakan dan siap untuk dilahirkan. Setelah sepuluh bulan
merasakan kesusahan, darah ibu akan mengalir deras seperti sungai agar
janin bisa lahir dengan sempurna. Bila janin ini kelak akan menjadi
anak yang ber-bakti, dia akan lahir dengan telapak tangan disatukan
sebagai hormat dan kelahiran itu akan aman dan baik. Ibunya tidak akan
terluka oleh kelahirannya dan tidak akan membawa derita kesakitan
bagi sang Ibu. Tetapi, bila anak tersebut akan menjadi
pembangkang maka ia akan merusak dan melukai kandungan ibunya,
membuatnya sangat menderita Saat melahirkan Ibu akan merasa seperti di
sayat seribu pisau atau seperti ribuan pedang yang menikam
jantungnya, mengoyak hati dan jantung, menyangkut ditulang ibunya.
Itulah kesakitan yang dialami saat kelahiran anak yang nakal dan
pembangkang. Sebagai seorang anak, kita tidak boleh melupakan
penderitaan orang tua, dalam merawat dan membesarkan kita. Jika kita
lupa, kita bahkan lebih kejam dan jahat dari binatang buas.
Orang tua selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya, memastikan anak senantiasa merasa hangat dan kenyang.
|
Untuk
menambah bakti kita dan lebih jelasnya, kita harus mengerti ada 10 Budi
- Luhur yang diperbuat oleh seorang ibu kepada anaknya :
|
|
"Budi
Luhur pertama memberikan perlindungan dan penjagaan selama anak dalam
kandungan. Sungguh sulit terlahir sebagai manusia bagi
kelahiran-kelahiran kita yang tak terhitung jumlahnya." "Tidak mudah
bisa berada di dalam kandungan ibu, dibutuhkan hubungan karma dengan
orang tua." "Dengan berlalunya bulan, kelima organ penting berkembang.
Dalam waktu tujuh minggu, keenam alat indera mulai tumbuh, dan
ter-bentuk." "Saat janin mulai tumbuh, beban ibu semakin berat dan
badannya pun menjadi seberat gunung."
Diam atau
gerakan-gerakan janin adalah laksana gempa bumi & bencana angin
ribut, baju-baju ibu yang cantik tidak dapat dipakai dengan baik lagi,
dan begitu juga cerminnya pun berdebu karena hanya memikirkan bayinya,
ibu tidak sempat dan terlalu letih untuk berdandan.
Budi
Luhur kedua "Kehamilan berlangsung selama sepuluh bulan. Masa kehamilan
semakin lama semakin tidak menyenangkan." "Saat kelahiran semakin
dekat, kesusahan dan kesulitan ibu semakin berat." Setiap pagi ibu
merasa sangat sakit, sepanjang hari terasa mengantuk dan lamban.
Ketakutannya dan kegelisahannya sukar dilukiskan. Dengan khawatir ibu
memberitahu keluarganya, bahwa dia hanya takut maut akan menimpa bayi
atau dirinya.
Budi Luhur Ketiga adalah kebaikan
untuk melupakan semua kesakitan begitu anak telah dilahirkan. Saat
bersalin, kelima organ semua terbuka lebar, Membuat tubuh dan pikiran
Ibu sangat letih. Darah mengalir laksana seekor domba yang disembelih,
hingga ibu pingsan beberapa kali. Tetapi ketika mendengar bahwa anaknya
terlahir sehat, dia dipenuhi dengan kegembiraan yang melimpah, tetapi
sesudah kegembiraan, rasa sakit kembali mengaduk-ngaduk bagian dalam
tubuhnya.
Budi Luhur Keempat adalah kebaikan dari
me-makan bagian yang pahit bagi dirinya dan menyimpan yang manis bagi
anak. Kebaikan kedua orangtua sangat besar dan dalam, penjagaan dan
pengabdiannya tidak pernah ber henti, tidak pernah beristirahat, ibu
senantiasa menyimpan yang manis untuk anak, dan tanpa mengeluh menelan
yang pahit bagi dirinya. cintanya amat besar dan emosinya sukar ter
tahankan, kebaikannya adalah mendalam dan begitu juga kasihnya, hanya
menginginkan anak mendapat cukup makanan, ibu yang kasih tidak
membicarakan kelaparannya sendiri. Asal anaknya bahagia, orang tua rela
kedinginan dan menahan lapar. Cinta kasih dan kasih sayang mereka tidak
terlukiskan.
Budi Luhur Kelima adalah kebaikan
untuk memindah kan anak ke tempat yang kering dan dirinya sendiri
berbaring di tempat yang basah. Ibu rela basah agar anaknya dapat berada
di tempat yang kering. Ibu senantiasa melindungi anak dengan lengannya
dari angin dan dingin. Dalam kebaikannya, kepala ibu jarang lega di atas
bantal, dan bahkan dia melakukannya dengan gembira selama anak dapat
merasa senang, Ibu yang baik tidak mencari penghiburan bagi dirinya
sendiri.
Budi Luhur Keenam adalah menyusui anaknya
pada payudaranya dan memberinya makan serta memelihara serta
membesarkan anak. Dengan kedua payudaranya dia memuaskan rasa lapar dan
haus sang anak, selama 3 tahun ibu menghidupi anaknya dengan air susu,
yang sebenarnya adalah darahnya sendiri. Ibu yang baik adalah bagai kan
bumi yang besar, Ayah yang tegar laksana langit yang mengasihi, yang
satu melindungi dari atas, yang lainnya menunjang dari bawah.
Keterangan :
- Sang ibu bagaikan bumi dan ayah bagaikan langit, kasih sayang mereka sama besarnya (kiri).
- Mendengar sang anak kedinginan dalam perantauan, hati orang tua dilanda oleh rasa cemas dan pilu (kanan).
Budi
luhur semua orang-tua adalah sedemikian rupa sehingga mereka tidak
membenci atau marah terhadap anaknya meskipun mereka terlahir jelek.
Mereka juga tidak kecewa dan tetap menyukainya, sekalipun anak terlahir
cacat. Setelah ibu mengandung dan melahirkan anaknya, ayah dan ibu
bersama-sama merawat, membesarkan dan melindungi anaknya sampai akhir
hayatnya. Sungguh luar biasa cinta kasih orang tua terhadap anaknya.
Budi
Luhur Ketujuh adalah rela membersihkan kotoran anaknya. Pada mulanya
ibu cantik dan memiliki tubuh yang indah, semangatnya kuat dan
bergelora, alis matanya seperti daun willow yang segar, dan kulitnya
bersinar.Tetapi karena kebaikan ibu yang begitu men-dalam sehingga ia
melupakan dan melepaskan kecantikannya. Sekalipun merawat dan mencuci
anaknya, yang dapat membuat dirinya kotor dan merusak badannya. Ibu yang
baik bertindak hanya demi untuk kepentingan putra-putrinya. Dan dengan
rela menerima kecantikannya yang memudar.
Budi Luhur Kedelapan
adalah kebaikan dari selalu memikirkan anak bila dia berjalan jauh.
Kematian dari orang yang dicintai sukar terlukiskan penderitaannya.
Tetapi berpisah dari yang dikasihi juga sangat menyakitkan. Bila anak
berjalan jauh, ibu merasa khawatir dikampungnya, dari pagi hingga malam,
hatinya selalu bersama anaknya, sentiasa bersembahyang berharap anaknya
selamat dan sukses agar dapat cepat pulang dan berkumpul kembali. Orang
tua menunggu berita siang dan malam. Dan air mata jatuh berderai dari
matanya, seperti monyet yang menangis diam diam, Sedikit demi sedikit
hatinya hancur. Ketika tiada berita kunjung tiba. Demikian dalamnya
cinta seorang ibu kepada anaknya.
Budi Luhur Kesembilan adalah
Kasih Sayang yang dalam berupa Pengabdian dan Perhatian orang tua
terhadap anaknya. Sungguh sulit untuk dibalas. Mereka rela menderita
demi kepentingan anaknya. Alangkah besarnya kebaikan orang tua dan
gejolak emosinya! Ketika tahu atau mendengar anaknya susah, Orang tua
akan ikut bersusah hati. Bila anaknya bekerja berat, orang tua pun
merasa tidak tenang. Bila mereka mendengar bahwa anak berjalan jauh,
mereka khawatir bahwa pada waktu malam sang anak berbaring kedinginan.
Bahkan sakit se bentar yang diderita putra atau putrinya, akan
me-nyebabkan orang tua lama bersusah hati.
Budi Luhur Kesepuluh
adalah budi luhur dari rasa kasihan yang dalam dan simpati dari Orang
tua terhadap anaknya.Cinta kasih dan kasih sayang orang tua adalah besar
dan penting. Perhatiannya yang lemah lembut tidak pernah berhenti,
seperti cahaya abadi dari Bulan dan matahari yang menyinari seluruh
dunia, tidak pernah akan sirna. Sejak bangun pagi, yang dipikirkan
mereka adalah anaknya. Apakah anak-anak dekat atau jauh, orang tua
selalu memikirkan mereka. Sekalipun seorang ibu hidup untuk seratus
tahun. dia akan selalu mengkhawatirkan anaknya yang berumur delapan
puluh tahun. Inginkah anda mengetahui "Kapan" kebaikan dan cinta yang
demikian itu berakhir ? Ia bahkan tidak berkurang hingga akhir hidupnya.
Meski menjadi hantu sekalipun, mereka masih terikat kepada anaknya.
Mereka tidak bisa melepaskan keterikatan itu.
Sang Buddha berkata
kepada Ananda "Bila Aku merenung tentang makhluk-makhluk hidup, Aku
melihat bahwa sekalipun sebagian dari mereka terberkahi dilahirkan
sebagai manusia, tetapi mereka bodoh dan dungu dalam pikiran-pikiran dan
tindakan-tindakan mereka. mereka tidak mempertimbangkan kebaikan dan
kebajikan orang tua mereka. mereka tidak menghormati dan melupakan
kebaikan dan apa yang benar. mereka kurang manusiawi dan kurang berbakti
atau patuh pada orang tua.Mereka tidak menyadari kebaikan orang tua
yang sangat luar biasa. Alangkah sedihnya bila acap kali anak justru
tidak meng-hormati orang tua mereka. Bahkan mereka dengan mudah nya
melupakan kebaikan orang tua mereka. Mereka sungguh anak-anak yang tidak
berbakti dan berbudi.
Budi Luhur dari orang tua sungguh tulus,
luas dan tidak terbatas. Bila seseorang berbuat kesalahan karena tidak
berbakti, sungguh sulit untuk membayar kembali budi luhur itu!" Setelah
mendengar uraian Guru Buddha tentang betapa dalamnya budi luhur orang
tua, banyak yang menjatuhkan diri mereka ke tanah dan bersujud dalam
kesedihan. Sebagian pingsan, yang lain menghentakkan kakinya ketanah.
Bahkan ada yang berdarah karena terluka dan sedih. Dengan suara lantang
mereka meratap : "Sungguh menderitanya! Alangkah sakitnya! Betapa
menyakitkan! Anak yang telah menyakiti hati orang tuanya."
"Kami
semua bersalah. Kami semua seperti penjahat yang tidak pernah sadar yang
hidup bermabuk mabukan. Kami tidak sadar betapa dalamnya kelalaian
kami." "Seperti mereka yang berjalan di malam yang gelap. Kami baru
sekarang menyadari kesalahan-kesalahan kami dan hati kami
tercabik-cabik. Dengan mendengarkan uraian Sang Buddha kami terbangun
dari alam mimpi yang panjang." "Kami hanya berharap Tathagata mengasihi
dan menyelamatkan kami. Mohon ajarilah bagaimana membalas atau
mengembalikan kebaikan yang mendalam dari kedua orang tua kami." |
Meski sang anak telah menyakiti hati orang tuanya, orang tua tetap mencintai dan melindungi anaknya.
|
Pada
waktu itu Tathagata memakai delapan macam suara yang sangat dalam dan
bersih, seraya berkata kepada kumpulan besar itu, "Kalian semua harus
mengerti dan mengetahui ini, sekarang akan Ku jelaskan beberapa segi
dari hal ini." "Bila seseorang memikul ayahnya dengan bahu kirinya dan
ibunya dengan bahu kanannya dan oleh karena beratnya menembus tulang
sumsumnya sehingga tulang-tulangnya hancur menjadi debu karena beban
berat mereka, dan anak tersebut mengelilingi Puncak Sumeru selama
seratus ribu kalpa lamanya, sehingga darah yang mengucur membasahi
pergelangan kakinya, anak tersebut belum dapat membalas kebaikan yang
mendalam dari orang tuanya.
|
|
"Bila
seorang anak selama waktu satu kalpa yang penuh dengan kesukaran dan
kelaparan, memotong sebagian dari daging badannya demi memberi makan
kedua orang tuanya dan ini diperbuatnya sebanyak debu yang dilalui
dalam per-jalanan ratusan ribu kalpa, anak tersebut belum dapat membalas
kebaikan yang dalam dari orang tuanya." "Bila ada seorang anak yang
demi orang tuanya, mengambil sebuah pisau yang tajam dan mencungkil
kedua belah matanya dan mempersembahkannya kepada Tathagata, dan terus
dilakukannya hingga beratus-ratus ribu kalpa, anak tersebut masih tetap
belum dapat membalas kebaikan yang mendalam dari orang tuanya".
"Bila
seorang anak demi ayah dan ibunya mengambil sebuah pisau tajam dan
mengeluarkan jantung dan hatinya sehingga darah mengucur dan menutupi
tanah dan ini ia lakukan dalam beratus ribu kalpa, tiada sekalipun
mengeluh tentang kesakitannya, anak tersebut tetap belum dapat membalas
kebaikan yang besar dari orang tuanya". "Bila seorang anak yang demi
orang tua-nya menelan butiran-butiran besi yang mencair dan berbuat
demikian hingga beratus ribu kalpa, orang itu tetap belum dapat membalas
kebaikan yang mendalam dari orang tuanya".
"Bila seorang anak
demi orangtuanya, menghancur kan tulang-tulangnya sendiri sampai ke
sumsum dan melakukannya hingga beratus ribu kalpa, anak tersebut tetap
belum dapat membalas kebaikan yang besar dari orang tuanya". "Jika
seorang anak demi orangtuanya, menahan ratusan ribu pisau dan panah pada
tubuhnya, dan hal ini dilakukannya hingga beratus ribu kalpa, anak
tersebut tetap belum dapat membalas budi baik yang besar dari orang
tuanya"."Bila ada seorang anak yang demi orang tuanya, dalam keadaan
terbakar mempersembahkan tubuhnya kepada Buddha, dan melakukannya selama
ratusan ribu kalpa, anak tersebut masih tetap belum dapat membalas jasa
kebajikan dari orang tuanya".
Ketika itu, setelah mendengar
penjelasan Buddha tentang kebajikan orang tua, setiap orang dalam
kumpulan besar itu menangis dan merasakan kepedihan dalam hatinya.
Mereka merenungkannya dan segera merasa malu dan berkata kepada Sang
Bhagava, "Oh, Sang Bhagava, bagaimana kami dapat membalas kebaikan yang
dalam dari orang tua kami?" Sang Buddha menjawab, "Wahai siswa siswaku,
jika kalian ingin membalas jasa kebajikan budi baik dari kedua orang
tua, tulislah sutra ini untuk mereka , Kumandangkanlah sutra ini untuk
mereka, bertobatlah atas pelanggaran pelanggaran dan kesalahan kesalahan
demi mereka. Untuk kepentingan orang tua berikanlah persembahan kepada
Sang Triratna, demi orang tua patuhlah kepada perintah untuk hanya
memakan makanan suci dan bersih. Demi orang tua biasakanlah berdana dan
mencari keberkahan, Bila engkau dapat melakukan ini engkau adalah anak
yang berbakti, Bila engkau tidak melakukannya, engkau adalah orang yang
akan menuju pada alam sengsara.”
Sang Buddha mengatakan kepada
Ananda,” Bila seseorang tidak berbakti ketika hidupnya berakhir dan
badannya membusuk, dia akan jatuh kedalam neraka avici yang tidak
terbatas. Neraka yang besar ini kelilingnya delapan puluh ribu yojana,
dan dikelilingi dinding besi pada keempat sisinya. Diatasnya ditutup
oleh jaring jaring dan lantainya juga terbuat dari besi. Api akan
membakar dengan berkobar kobar, sementara itu petir bergemuruh dan
sambaran kilat yang berapi api akan membakar. Perunggu yang cair dan
cairan besi akan disiramkan keatas badan orang – orang yang bersalah.
Keterangan :
- Sang anak sering lupa akan budi baik orang tuanya sehingga memperlakukan mereka dengan kasar (kiri).
- Ketika anak sadar dan ingin membalas budi baik orang tua, terkadang orang tua sudah meninggal dan terlambat (kanan).
Anjing
– anjing perunggu dan ular ular besi terus menerus memuntahkan api dan
asap yang membakar orang – orang bersalah an memanggang badan dan
lemaknya hingga menjadi bubur” “Oh, penderitaan yang hebat! sukar
menahankannya, sukar menanggungkannya, Ada galah , pengait, lembing-
lembing, tombak – tombak besi dan rantai besi, pemukul – pemukul dari
besi dan jarum – jarum besi. Roda – roda dari pisau besi turun bagai
hujan dari udara. Orang yang bersalah itu dicincang, dipotong atau
ditikam dan mengalami hukuman – hukuman yang mengerikan ini selama
berkalpa – kalpa tidak henti – hentinya. Kemudian mereka memasuki neraka
berikutnya, dimana kepala mereka akan ditutupi dengan mangkok -mangkok
yang panas sekali, sedangkan roda – roda besi akan menggilas badan
mereka secara mendatar dan tegak lurus sehingga perut mereka pecah dan
daging seta tlang tulangnya menjadi lebur. Dalam satu hari mereka
akan mengalami beribu ribu kelahiran dan kematian. Penderitaan –
penderitaan yang demikian adalah akibat melakukan kelima perbuatan jahat
dan karena tidak berbakti selama seseorang masih hidup.
Pada
waktu itu, Setelah mendengar Hyang Buddha membicarakan sutra tentang
kebajikan orang tua, setiap orang dalam kumpulan besar itu menangis
dengan sedihnya dan berkata kepada Tathagata, ” Pada hari ini, bagaimana
kami dapat membalas kebaikan yang dalam dari orang tua kami?” Hyang
Buddha berkata “Wahai siswa siswa Buddha, bila engkau ingin membalas
kebaikan kebaikan mereka, maka demi mereka salinlah sutra ini, bila
sesungguhnya membalas kebaikan mereka.
Bila seseorang dapat
menyalin satu saja, maka ia akan melihat satu Buddha, Bila seseorang
dapat menyalin sepuluh buku maka ia akan melihat 10 Buddha, Bila
seseorang dapat menyalin seratus, maka ia akan bertemu dengan 100
Buddha, Bila seseorang menyalin 1000, maka ia akan melihat 1000 Buddha,
Bila seseorang dapat menyalin 10.000, maka ia akan melihat 10.000
Buddha. Inilah kekuatan yang diperoleh bila orang orang saleh menyalin
sutra, semua Buddha akan selamanya melindungi orang yang demikian itu
dan dapat segera menyebabkan orang – orang tua mereka lahir kembali di
surga, untuk menikmati segala kebahagiaan dan meninggalkan penderitaan –
penderitaan mereka.
Pada ketika itu, Ananda dengan agung dan
perasaan damai, bangkit dari tempat duduknya dan bertanya kepada Hyang
Buddha, “Hyang Bhagava, apakah nama sutra ini bila kami mengikutinya dan
menjaganya? Hyang Buddha berkata kepada Ananda, sutra ini disebut
“sutra kasih yang mendalam dari orang tua dan kesulitan membalasnya”
pakailah nama ini bila engkau mengikutinya dan menjaganya.”
Pada
ketika itu, kumpulan besar itu, Dewa Dewa, Manusia Manusia, Asura, dan
lain lainnya, mendengar apa yang telah dikatakan oleh Sang Buddha, betul
betul merasa gembira. Mereka mempercayainya, menerimanya dan
menyesuaikannya dengan tingkah laku mereka dan kemudian menunduk hormat
dan berlalu. |
|